Senin, 21 Februari 2011

Selamat Jalan Bapak (Catatan Kenangan untuk Ayah Mertuaku)

Sosok ini aku kenal baru sekitar 16 tahun yang lalu ketika aku menyatakan bersedia membangun komitmen seumur hidup dengan seorang laki-laki yang kini menjadi suamiku, ayah dari anak-anakku. Laki-laki ini adalah ayah dari suamiku. Seorang lelaki tegar dan sederhana. Garis wajahnya mengguratkan kerasnya perjuangan dalam perjalanan hidupnya mengantarkan anak-anaknya dalam pencapaian maksimal sesuia kapasitasnya masing-masing. Lelaki ini begitu percaya bila pendidikan adalah modal nomor satu yang akan membekali anak-anak dan generasi muda dapat survive dalam hidupnya. Poerwo Widodo, atau Pak Poer begitu para murid, sahabat, kerabat, tetangga, dan keluarga besar memanggilnya. Eyang kakung, kami menantu dan cucunya memanggil beliau.

Hari ini, Pak Poer, Eyang Kakung kami menghembuskan nafas terakhir pada jam 5 pagi. Lelaki kurus dan tinggi ini "menyerah" setelah berusaha bertahan melawan segala penyakit yang menyerang tubuhnya. Hari ini dalam kepasrahan beliau menghadap Sang Penciptanya. Kedamaian terpancar pada paras wajah yang terbujur kaku. Allohummaghfirlahu warhamhu wa affihi wa fuanhu waj'alil jannata maswahu.. sebaris doa itu yang mampu aku ingat dan aku baca sejak pertama mendengar kabar duka ini. Untuk terakhir kali doa itu aku panjatkan saat kain kafan pembungkus tubuh tirus ini dibuka untuk terakhir kali.

Hal yang baru aku sadari sekarang saat tubuh kurus itu terbujur kaku, betapa selama ini Bapa berusaha mandiri, melakukan semuanya sendiri karena tidak ingin merepotkan kami. Sayang kami anak-anak dan mantunya sering tidak paham dengan apa yang dilakukan Bapa. ketika bapak melakukan sesuatu sendiri kami sering mengeluhkannya. Padahal sekarang kami baru mengerti semua itu bapa lakukan karena bapa tidak ingin merepotkan kami. Namun, kami yang tidak peka menjadi bebal dan sering jadi repot sendiri sehingga akhirnya beliau juga ikut repot. Sekarang baru semuanya dimengerti. Bapa sebenarnya telah mengajarkan inti dari strategi survival, yaitu kemandirian.

Ada yang tercuri dari jiwaku saat melihat wajah putih membujur kaku. Betul kata ayahku dalam tausiahnya, tidak ada yang bisa kita bawa saat menghadap Sang Khalik selain harta yang disedekahkan, ilmu yang diamalkan, dan anak-anak sholeh yang mendoakan kita. Hatiku tergores..perih.. ketika menyadari tak satupun dari ketiganya bisa kami penuhi. Kami bukan orang kaya, jadi sedekahpun masih terbatas. Kami masih belajar belum bisa tuntas mengamalkan ilmu, dan apakah kami termasuk anak-anak yang sholeh yang bisa menjadi harta berharga bagi orang tua dengan aliran doa keselamatan bagi mereka? Aku terpuruk di sudut sepi... jauh..jauh sekali dari ketiganya. Sedikit harap hanyalah bahwa kami berusaha.. terus berusaha untuk menjadi harta berharga bagi orang tua. Semoga Allah memberikan kekuatan pada kami untuk mencapainya agar kami bisa mengalirkan doa keselamatan bagi kedua orang tua kami.

Selamat jalan Bapa.. cintamu selalu hadir dalam perjalanan kami. Semoga cinta pula yang Bapa bawa saat menghadap Sang Khalik. Sekalipun kami tidak hadir saat detik terakhir, kami yakin Bapa sudah tahu kami akan datang menjemput cintamu. Maafkan segala kesalahan kami selama ini yang terlalu sibuk dengan pikiran sendiri, yang sering mengabaikanmu, yang lebih banyak menuntutmu untuk ini dan itu tanpa mempertimbangkan kepentinganmu. Kami telah belajar dari kehilangan ini untuk memperbaiki diri dan menjaga ibu dengan lebih baik. Bapa, hari ini dan setiap hari berikutnya dalam doaku ditambah satu pengharapan besar agar kami bisa merawat cinta dalam ketakwaan kepada Allah dan agar kami diberi kemampuan untuk dapat menjadi hartamu yang paling berharga, yaitu menjadi anak yang sholeh yang dapat mengalirkan doa keselamatan bagimu selamanya. Selamat jalan Bapa, cintamu memberikan keikhlasan kepada kami untuk menerima segala tiba, melepasmu dengan rela dan selalu mendoakanmu.Semoga.

Kepada semua sahabat, kerabat, tetangga, dan kenalan bapak, mohon agar memaafkan segala kesalahan dan kehilafan yang pernah beliau lakukan. Semoga segala amal beliau diterima Allah. Kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan bagi beliau kami ucapkan terima kasih. Semoga kebaikan ini mendatangkan pahala bagi kita semua. Amiiin.

Surabaya, 5 Februari 2011

Untuk Ayah, Mertua, Eyang Kakung kami tercinta, Bapa Purwo Widodo