Rabu, 03 Agustus 2011

Backpaking N Sharing di Cipatujah: Bertemu Anak-anak Yang Luar Biasa (Part-2)

Kegiatan bersama anak-anak di Puncak Jaya diawali dengan proses identifikasi kebutuhan tema-tema yang ingin dipelajari anak-anak. Hasilnya sangat mengejutkan. Anak-anak yang bermata cemerlang ini ingin belajar lebih jauh tentang organisasi, cara belajar yang baik, gambaran pendidikan di Bandung itu seperti apa, bagaimana menguatkan motivasi, terutama motivasi untuk tetap bertahan melanjutkan sekolah, kepemimpinan, solidaritas, dan kenegaraan. Tema-tema itu mencerminkan betapa dekatnya mereka dengan aktivitas gerakan sosial. Hal ini dapat dimengerti karena mereka juga adlaah bagian dari anggota gerakan Serikat petani Pasundan. Organisasi petani yang sudah lama berjuang untuk mempertahankan hak-hak mereka atas tanah tempat tinggalnya.

Anak-anak dari Bandung (sekarang sudah menjadi grup Lensa Remaja) mendapatkan kontras kenyataan yang pertama. Bagaimanapun topic-topik yang diidentifikasi anak-anak Pucak Jaya relative jauh dari keseharian Zahra dan kawan-kawannya. Disepakati malam itu kami bersama-sama akan belajar tentang motivasi, pendiidkna di Bandung, dan organisasi. Seperti sudah dirancang sebelumnya, Azmi mendapat kesempatan pertama untuk sharing tentang cara belajar dan model pendidikan yang didapatkannya di Bandung. Azmi sempat berbagi tentang teknik belajar menggunakan jembatan keledai, yaitu menghafal sumusan tertentu dari satu materi pelajaran dengan cara menguntainya menjadi kalimat yang menarik, bahkan kadang lucu. Sayang saya tidak bisa mengingat dengan jelas bentuk kalimatnya (maklum dah lewat masa-masa seperti itu..ha..ha..).

Anak-anak cepat beradaptasi. Ketegangan yang sempat muncul sebelum acara dimulai perlahan luntur. Tetapi anak-anak bleum bisa langsung berbaur dengan teman sebayanya. Ada gesture yang masih kurang saya pahami untuk membuat mereka lebih “melted” dengan situasi.

Saya berusaha membangun dinamika kelompok yang dapat mendorong mereka lebih cair dan berbaur lebih alamian dengan teman sebayanya. Beberapa games diberikan sekaligus menjaid pengantar untuk tema-tema solidaritas, motivasi, dan organisasi. Anak-anak bermain dalam grup yang berbeda dan beraktivitas bersama dalam keriangan. Malam itu, diakhiri dengan senyum dan suasana yang lebih cair. Zahra menutup malam itu dengan perenungan betapa jauh kondisi dan alam pikiran teman-temannya. Gumaman komentarnya masih terngiang, “ Gak nyangka ya.. kita mah sibuk dengan berbagai keinginan yang sebenarnya gak penting, eh mereka (anak-anak Puncak Jaya) justru harus berhadapan dengan masalah yang besar. Aku jadi malu”

Saya diam-diam berharap pernyataan itu adalah refleksi dari pengalaman hari ini yang akan memberikan nilai tertentu pada kepribadiannya. Malam itu saya tidur lelap diiringi sayup debur ombak jauh di kaki bukit dan kesejukan angin yang menelisik dari celah-celah dinding dan lantai rumah penduduk Puncak Jaya. Saya merasa tengah berenang dalam lautan cinta yang diberikan Allah hari ini.

9 Juli 2010, Kegiatan Hari Kedua di Puncak Jaya
Pagi ini saya dibangunkan dengan rasa kaget karena ada yang meniup-niup punggung cukup keras. Sempat terpikir betapa kurang ajarnya orang yang melakukan perbuatan itu Sangat tidak sopan. Tetapi ketika mata terbuka, ternyata yang meniup-niup itu adalah angin subuh yang masuk dengan kencang dari sela-sela lantai papan tempat kami tidur. Syukurlah…

Hari kedua ini saya mengubah metode. Kalau semalam anak-anak Bandung yang lebih banyak aktif, maka pagi ini adlah kesempatan bagi anak-anak Puncak Jaya untuk ambil peran lebih banyak.

Maka setengah hari forum diserahkan pada mereka. Kami kemudian larut dalam kegembiraan bermain bersama mereka. Kami bermain di dalam dan di luar ruangan. Tanpa disadari tema-tema yang ingin dipelajari anak-anak tersampaikan dam permainan-permainan ini. Dalam permainan anak-anak bisa lebih berbaur lagi. Kegiatan hari itu ditutup dengan membuat karya bersama sebagai ekspresi atas seluruh moment pertemuan ini. Anak-anak diminta untuk menunagkan gagasan dan kreativitasnya dalam sebuh poster. Inilah hasilnya:







Selamat Tinggal Puncak Jaya.. Sampai Bertemu Lagi
Membuat poster adalah kegiatan terakhir… Selesai sudah kegiatan dua hari ini. Ada yang masih tertinggal karena tugas ini terasa belumlah tuntas… Binar mata kemilau, tawa lepas, dan ekspresi yang bebas justru mengikatku pada mereka. Potensi besar ini tersembunyi di balik gunung dan bukit-bukit yang mengitari tempat tinggal mereka. Potensi besar ini masih harus diasah disentuh dan dipertemukan dengan peradaban lain di ujung rimbunan pohon-pohon jati. Tempat yang begitu tersembunyi ini hanya bisa ditempuh dengan kesungguhan dan segala pengorbanan. Bahkan harap saja hanya mungkin dilarung dalam gemuruh ombak jauh di bawah bukit. Ketiadaan ini justru menambatku… dan akan membuatku kembali. Bagaimana mungkin berpaling dari bocah-bocah berbau embun yang penuh harap. Semoga ada pertemuan di satu waktu nanti.

14.00 Menuju Pameungpeuk
Perjalanan berikutnya adalah Pantai Pameungpeuk, Garut. Menuruni kembali bukit terja betul-betul satu perjuangan berat. Saya harus menyerahkan “nasib” kepada pak sopir colt bak yang akan membawa kami ke perhentian terakhir, yaitu Pantai Pameungpeuk, Garut. Di atas colt bak, satu-satunya kendaraan yang bisa membawa kami ke Pantai, kami menelusuri jalanan berliku dna terjal di tengah perkebunan karet yang maha luas. Terguncang di belakang colt bak, terbakar matahari, di jalanan berangin penuh debu menjadi sensasi tersendiri. Saya sangat menikmati setiap jengkal pergerakan. Zahra iseng bertanya:” Mam, berani gak naik colt bak gini di Bandung?”.. Ha..ha..ha… pertanyaan yang sangat menggelitik dan membangunkan aku pada realitas-realitas yang berbatas waktu dan wilayah… spontan saya menjawab “ tidak… karena pasti ditangkap polisi:.. ha..ha..ha… Seperti biasa, Ali tidak pernah kehilangan yang tidak pernah energinya menebar keriangan.

Ah. Pantai selalu membuatku merasa lebih tenang.. semua gelisah yang membuncah di dada selalu hilang dalam deburan ombak. Selalu… sangat melegakan. Di sinilah kami mengakhiri kegiatan dari seluruh perjalanan ini.

EVALUASI….
Untuk menanamkan tradisi refleksi, saya mengajak anak-anak melakukan evaluasi kegiatan sambil nonton film Surat Kecil untuk Tuhan. Tentu saja anak-anak bersemangat. Siapa sih yang gak seneng diajak nonton. Selalu unsur fun masuk dalam setiap kegiatan. Kami melakukan evaluasi sebelum film dimulai. Berelesehan di depan teater lumayan juga. Kesimpulan dari evaluasi:
1. Semua anak mendapatkan pelajaran berharga, terutama berkaitan dengan keadaan masing-masing. Semua merasa berada dalam kondisi yang jauh lebih baik dan sudah merasa “wasting time” dengan segala keluh kesah.
2. Semua anak sepakat untuk lebih fokus pada apa yang ingin dikejar dalam hidupnya.
3. Semua sepakat untuk benar-benar melatih diri agar bisa berinteraksi lebih baik. Anak-anak minta dibekali berbagai keterampilan untuk berinteraksi.
4. Semua sepakat untuk membangun kelompok yang lebih besar dan ada pertemuan rutin.

Rasanya tidak ada lagi yang perlu saya simpulkan selain rasa syukur bahwa anak-anak sudah belajar tentang sesuatu yang sangat penting untuk hidupnya kelak. Semoga.